Ø Detail
Green School Bali
Green
School Bali ini berada di Desa Sibang Kaja yang berlokasi 30 Km dari Kota
Denpasar. Merupakan sekolah unik yang digagas oleh John Hardy, desainer dan
pengusaha perhiasan. Berdiri pada tahun 2008 silam dengan dua kurikulum
ternamanya : Green Studies dan Creative Art.
Ø Keunikan Green School
Secara
tipologi (bentuk tipe bangunan), sekolah ini melakukan inovasi dengan
melepaskan fisik mereka dari bentuk-bentuk sebuah sekolah yang banyak dipakai.
Image yang biasa kita temukan pada bangunan sekolah, tidak akan kita temukan
pada bangunan sekolah unik yang satu ini.
Green school ini memiliki
material hanya ada bambu, alang-alang, rumput gajah, dan tanah liat di atasnya.
Bisa dipastikan, semua material konstruksi nya merupakan material alam dengan
nilai lokal dan dapat didaurulang. Ini merupakan bentukan penting sebagai
konsekuensi dari tema Sustainability terkait penyelamatan bumi tersebut.
Ø Konsep Green School
Konsep
utama yang ingin “lebih dekat”ke alam ini juga menjadi tolak utama pemilihan
lokasi / lahan yang berada di dekat sungai Ayung, Bali. Adapun implementasi
arsitektural yang ada demi mengusung sustainability dan green architecture pada
Green School Bali ini adalah :
- Pembentukan
ruang kelas tanpa dinding pembatas. Dengan cara ini, diharapkan secara
sosial dan interaksi, para murid dan guru dapat lebih peka dan intim dalam
menjalin hubungan edukasi dan sosial yang konduktif dan berkualitas baik.
- Banyaknya elemen
distraksi / pengalih perhatian pada lingkungan kelas dan sekolah.
Distraksi yang diperoleh dari keelokan alam dan detail arsitektural ini
diharapkan menjadikan murid-murid terbiasa dengan distraksi tersebut dan
mampu tetap berkonsentrasi dalam pembelajaran.
- Bangunan tidak diberi
penghawaan dengan Air Conditioner (AC) melainkan dengan kincir angin yang
berada di terowongan bawah tanah, hal ini memungkinkan karena kondisi
fisik lahan yang berkontur dan dekat dengan sungai dan hutan.
- Tenaga listrik berasal
dari biogas yang memanfaatkan kotoran hewan untuk nyala kompor dan
sebagainya.
- Tenaga listrik lainnya
juga dengan menggunakan panel surya, sehingga tidak banyak boros dalam
membutuhkan seumber energi elektrikal.
- Adanya tambak udang dan
peternakan sapi, mendukung adanya sumber energi alami dan bahan bakar
(biogas) yang bisa digunakan tanpa polusi terlalu besar.
Secara umum, selain sebagai inovasi dalam
sustainability architecture, Green School Bali ini juga merupakan bangunan yang
mengadopsi bentuk dan material kebudayaan lokal Bali sebagai inspirasi desain
arsitekturalnya.
Mengerjakan bambu, material dengan sifat tak terduga, sehingga menemui
banyak tantangan di dalamnya. Belajar bagaimana memanfaatkan bahan yang justru
bentuk dan ukurannya tidak bisa direncanakan. Misalnya, ukuran bambu susah
sekali ditemukan yang sama persis. Bentukan lengkung, ketebalan dan diameter
pun cukup susah ditemukan sesuai keinginan.
Konsep yang digunakan adalah function follow form, di mana menjadi
tantangan baginya untuk sebagaimana mungkin mengefisienkan sisa-sisa ruang yang
terbentuk dengan adanya bentukan-bentukan lengkung-lengkung dengan bantuan dari
desainer interior.
Dengan teknologi arsitektur, pengkombinasian material akan menjadi
mungkin, memperkaya nilai arsitektur itu sendiri dari segi teknologi bahan.
Kombinasi inilah salah satu alasan untuk tidak mengkombinasikan bambu dengan
ijuk, seperti pada umumnya. Seperti disebutkan di atas, pengkombinasian
material bambu akan sangat mungkin bila dipadukan dengan berbagai material
lain. Ketahanan bambu akan zaman dan harganya pun harus diketahui. Bambu
sebagai struktur utama sebuah bangunan, ketahanannya bisa mencapai 25 tahun.
Sekolah
ini adalah hasil pemikiran John Hardy, warga Kanada yang telah tinggal di Bali
(Sumber) Dari info ibu pengurus, arsitek green school berasal dari UGM.
menurutnya lagi semua bagian bambu tidak ada yang terbuang. Ada yang
menggunakan bambu petung sampai kepada akarnya, kemudian bambu yang tidak lurus
digunakan untuk dinding, ada lagi yang digunakan untuk lantai dan tangga.
Bangunan ini terdiri dari ruang
kelas, pusat kebugaran, ruang perakitan, perumahan, kantor, kafe dan kamar
mandi. Sebagian Besar Terdiri dari berbagai ruangan kelas . Bahan Baku dari
gedung ini adalah Bambu lokal, yang diambil dari pengembangan berkelanjutan
(perkebunan) sehingga terus dikembangkan dan menghasilkan stok yang banyak ,
Sehingga nanti Bambu tersebut bisa digunakan untuk bereksperiment arsitektur
selanjutnya. Hasilnya adalah Sebuah komunitas hijau yang bisa menjadikan
inspirasi dan ilmu bagi para mahasiswa agar lebih penasaran, lebih fokus untuk
mempelajari tentang Lingkungan hijau agar planet ini selamat dari bahaya Efek
Rumah Kaca dan sebagainya.
Daerah di
sisi seberang Jembatan Minang, merupakan kawasan utama sekolah. Di situ
terdapat sawah milik sekolah dimana siwsa dan guru sering menanam padi bersama.
Namun area belajar yang sesungguhnya baru ditemui setelah perjalanan melewati
jalan setapak yang menanjak yaitu kelas-kelas tanpa dinding atau pun kaca,
terlihat. Desain yang terbuka tersebut membuat para siswa yang sedang belajar
merasakan desiran angin serta mendengar suara-suara alam seperti: kicauan
burung, suara pepohonan yang bergesek, dan aliran air di sungai.
Sementara itu di level tertinggi
dari kawasan, terdapat sebuah lapangan besar, sarana olahraga out door sekolah
dan sebuah gymnasium. Terdapat pula sebuah bangunan dnegan tiga level: Heart
of School (HOS). Ini adalah bangunan utama sekolah yang berfungsi sebagai
tempat administrasi, ruang guru, ruang kepala sekolah, serta ruang-ruang
penunjang lain seperti galeri seni kriya anak, ruang komputer dan lainnya.
Di level bawah, kita bisa melihat
pilar-pilar bambu, menopang lantai-lantai di atasnya dalam susunan yang unik. Bila
selama ini batang-batang bambu lekat dengan bangunan kotak dan sederhana, tidak
demikian dengan bangunan Green School. Hampir semua bangunan yang ada di sini
di desain melengkung. “There is no straightlines in nature.” Jelas Marny, salah
satu senior architect PT. Bambu Bambu yang terlibat di proyek Green School ini.
Sementara John hardy percaya bentuk
kotak dan garis yang terlalu tegas akan mengurangi kreativitas yang dibutuhkan
anak-anak selama belajar. Maka hasilnya adalah kelas-kelas berbentuk busur
dengan bambu-bambu yang diikat secara melengkung sebagai penopang utama
bangunan. Batang-batang bambu itu kemudian disambung dengan rangkaian bambu
lainnya membentuk atap dengan ilalang di atasnya.
Hampir semua elemen bangunan Green
School menggunakan material bambu, di antaranya pada: tiang, rangk atap,
tangga, lantai atas dan lainnya. Bambu-bambu itu disambung dengan sistem pin
dan baut. Namun tidak hanya konstruksi bangunan saja yang menggunakan bambu.
Railing atau pagar pembatas, hingga furniture seperti kursi dan meja belajar
pun dibuat dari bambu.
Bambu, merupakan tanaman yang mudah
tumbuh. Hanya dalam jangka 4-5 tahun ketinggian bambu bisa mencapai 18 meter,
sementara pohon lain membutuhkan waktu 25 tahun. Dengan demikian, termasuk
material yang ramah lingkungan karena mudah dan cepat diperbaharui.
Kelas-kelas di Heart of School
didesain sebagai bangunan dengan sistem yang terbuka. Artinya, angin dan cahaya
matahari dapat masuk dengan maksimal ke dalam bangunan. Itu masih ditambah
dengan sebuah skylight yang melingkar di puncak atap, sebagai sumber
pencahayaan alami bagi ruang-ruang di bawahnya. Fasilitas lain di sekolah ini
adalah Green Waroeng, yaitu kantin yang menjual makanan hasil olahan kebun di
sekitar Green School.
Green School memang sebuah sekolah
dengan konsep kembali ke alam. Namun upaya untuk bersahabat dengan lingkungan
tak hanya diterapkan pada konteks fisika bangunan, pilihan material atau
membiarkan pepohonan di sekitarnya tumbuh. Utilitas bangunan seperti listrik
pun, direncanakan dengan sistem tersendiri, yaitu turbin yang digerakkan oleh
air, yang dinamakan Vortex. Sedangkan penyediaan air bersih berasal dari sungai
yang berada sekitar 40 m di bawah tanah, masih di dalam kawasan.
Sistem pembuangan air dari kamar
mandi juga dibuat berbeda . Setiap toilet, baik untuk laki-laki maupun
perempuan, memiliki dua sistem. Buang air kecil kloset, ditampung dan digunakan
untuk menyiram bambu untuk digunakan sebagai pupuk tanaman nantinya.
Kawasan yang didesain tidak mencemari
lingkungan ini diharapkan akan menghasilkan anak-anak yang selalu berfikir ‘green’
karena terbiasa dengan lingkungan yang asri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar