Sabtu, 18 Juni 2016

Tipologi Bangunan Tradisional Bali

Bangunan perumahan tradisional yang digolongan utama, madya, dan sederhana (nista) masina-masing ada pula tingkatannya. Tipologi bangunan tradisional umumnya disesuaikan dengan tingkat-tingkat golongan utama, madya, dan nista.




Tipologi Ruang/Massa
Nama Ruang
Fungsi
Pemesuan / Kori
Gerbang masuk.
Dinding aling-aling
Dipercaya sebagai penghalau energi negatif yang masuk dari luar.
Bale paon / perapen
Dapur.
Jineng / lumbung
Tempat menyimpan padi
Tebe
Area terbuka kosong yang biasanya digunkan sebagai kandang hewan atau kebun.
Bale dauh / tiang sanggah
Tempat tinggal orang tua.
Uma meten / bale daje
Rumah untuk perempuan yang belum menikah.
Pemerajaan / sanggah kemulan
Pura keluarga.
Bale dangin
Rumah untuk laki-laki dan area kerja.
Bale sakenem
Ruang tinggal keluarga atau area kerja.
 Tabel : Topologi Ruang/Massa pada Tiap Unit Rumah Bali
Ruang dalam rumah tradisional bali berdiri sebagai massa tersendiri. Selain mengikuti filosofi dasar dan konsepsi-konsepsi yang telah dijabarkan sebelumnya, pola penataan ruang juga dipengaruhi oleh unsur-unsur panca mahabutha (lima unsur alam: matahari, angin, air, tanah, api.
3.2.2        Tipologi Istilah
   Di Bali Penyebutan Rumah tinggal ditentukan oleh fungsi kasta yang menempati rumah tersebut, Penyebutan rumah tinggal sesuai dengan tingkat kasta yang menempati yaitu Puri, Geria, Jero dan Umah.
1.          Geria
Rumah tempat tinggal untuk kasta Brahmana, Sesuai dengan peranan  Brahmana   selaku pengemban bidang spiritual, maka bentuk dan pola ruang Geria sebagai rumah tempat tinggal Brahmana disesuaikan dengan keperluan - keperluan aktifitasnya.
2.          Puri
Rumah tempat tinggal untuk kasta Kesatria yang memegang pemerintahan, yang umumnya menempati bagian kaja kangin di sudut perempatan agung di pusat desa. Bangunan - bangunan Puri sebagian besar mengambil type utama, Umumnya Puri dibangun dengan tata zoning yang berpola "Sanga Mandala" semacam Widegrid/papan catur berpetak sembilan. 
3.          Jero
Rumah tempat tingal untuk kasta Kesatria yang tidak memegang pemerintahan secara langsung, Bangunan-bangunananya lebih sederhana dari pada Puri, sesuai fungsinya pola ruangjero dirancang dengan Triangga : Pemerajan sebagai parhyangan, Jeroan sebagai area rumah tempat tinggal dan jabaan sebagai area pelayanan umum atau halaman depan.
4.          U m a h
Rumah tempat tinggal dari kasta Wesia atau mereka yang bukan dari kasta brahmana atau kesatria disebut umah.  Unit - unit umah dalam perumahan berorientasi ke natah sebagai halaman pusat aktifitas rumah tangga.  Komposisi masa - masa bangunan umah tempat tinggal menempati bagian - bagian utara, selatan, timur, barat membentuk halaman natah ditengah. Orientasi masa-masa bangunan kenatah ditengah.
Dari kori pintu masuk pekarangan menuju natah barulah menuju ke bangunan yang akan dimasuki, demikian pula srirkulasi balik ke luar rumah. Sesuai dengan status sosial dari penghuninya yang sebagian besar adalah petani, maka rumah tempat yang disebut umah umunya berada dalam tingkatan madia, yang keadaan pertaniannya  kurang menguntungkan umahnyapun berada dalam keadaan sederhana. Beberapa petani yang status sosialnya cukup tinggi umah tempat tinggalnya dapat dibangun dengan umah utama.Umah sebagai tempat tinggal sebagian penduduk umunya dalam keadaan madia, sebagian ada yang sederhana dan ada pula beberapa yang utama sesuai dengan keadaan penghuninya.
5.          Kubu atau Pekubon
Rumah tempat tinggal di luar pusat permukiman, di ladang, di perkebunan atau tempat-tempat kehidupan lainya.Lokasi kubu tersebut tanpa dipolakan sebagai suatu lingkungan pemukiman, menempati unit-unit perkebunan, atau ladang - ladang yang berjauhan tanpa penyediaan sarana utilitas.
Tipologi Bentuk
Bentuk rumah bali pada dasarnya ditentukan dari jumlah tiang penyangga. Tipe terkecil untuk bangunan perumahan adalah sakapat, bangunan bertiang empat. Tipe-tipe membesar bertiang enam, bertiang delapan, bertiang sembilan dan bertiang dua belas. Dari bangunan bertiang dua belas dikembangkan dengan emper ke depan, dan ke samping dan beberapa variasi masing-masing dengan penambahan tiang jajar. Tembok penyengker (batas) pekarangan, Kori dan lumbung dalam bangunan perumahan, tipologinya disesuaikan dengan tingkatan perumahan yang masing-masing mempunyai fungsi sebagai berikut :
Ø  Sakepat (Empat Tiang)
Bangunan sakapat dilihat dari luas ruang tergolong bangunan sederhana yang luasnya sekitar 3 m x 2,5 m, bertiang empat denah segi empat. Satu bale-bale mengikat tiang. Atap dengan konstriiksi kqmpiah atau limasan. Variasi dapat ditambahkan dengan satu tiang parba dan satu atau dua tiang pandak. Dapat pula tanpa bale-bale dalam fungsinya untuk Bale Patok atau fungsi lain yang tidak memerlukan adanya bale-bale. Konstruksinya cecanggahan, sunduk, atau canggahwang.





Ø  Sakanem (Enam Tiang)
Bangunan sakanem dalam perumahan tergolong sederhana bila bahan dan penyelesaiannya sederhana. Dapat pula digolongkan madya bila ditinjau dari penyelesaiannya untuk sakanem yang ditinjau dari penyelesaiannya untuk sakanem yang dibangun dengan bahan dan penyelesaiannya madya. Bentuk sakanem segi empat panjang, dengan panjang sekitar tiga kali lebar. Luas bangunan sekitar 6 m x 2 m, mendekati dua kali luas sakapat.
Konstruksi bangunan terdiri atas 6 berjajar tiga-tiga pada ke dua sisi panjang. Keenam tiang disatukan oleh satu bale-bale atau empat tiang pada satu bale-bale, dan dua tiang di teben pada satu bale-bale dengan dua saka pandak. Hubungan bale-bale dengan konstruksi perangkai sunduk waton, Hkah, dan galar. Dalam variasinya, sakanem dengan satu bale-bale yang hanya mengikat empat tiang dan dua tiang di teben sehingga memakai canggahwang karena tidak ada sunduk pengikat.


Dalam komposisi bangunan perumahan, sakenem menempati bagian Kangin atau Kelod untuk fungsinya sebagai Sumanggen. Jika sakanem difungsikan sebagai Paon ditempatkan di bagian Kelod Kauh. Sakenem yang difungsikan sebagai Bale Piyasan di Sanggah atau di Pamerajan ada pula yang disederhanakan. Dua tiang di tengah diganti satu tiang dengan canggah vang panjang disebut Bale Panca Sari. Konstruksi atap dengan kampiah atau limasan. Bahan bangunan dan penyelesaiannya disesuaikan dengan fungsi dan tingkat kualitasnya.
Ø  Sakatus (Delapan Tiang)
Bangunan sakatus diklasifikasikan sebagai bangunan madia dengan fungsi tunggal sebagai tempat tidur yang disebut Bale Meten. Letaknya di bagian Kaja menghadap Kelod ke natah berhadapan dengan Sumanggen. Dalam proses membangun rumah, sakatus merupakan bangunan awal yang disebut paturon. Jaraknya delapan tapak kaki dengan mengurip angandang, diukur dari tembok pekarangan sisi Kaja. Selanjutnya bangunan-bangunan lainnya ditentukan letaknya dengan jarak-jarak yang diukur dari Bale sakatus.
Bentuk bangunan segi empat panjang dengan luas sekitar 5 m x 2,5 m. Konstruksi terdiri dari delapan tiang yang dirangkai empat-empat menjadi dua bale-bale. Masing-masing bale memanjang Kaja Kelod dengan kepala ke arah luan Kaja. Tiang-tiang dirangkaikan dengan sunduk, waton, likah, dan galar. Stabilitas konstruksi dengan sistem lait pada pepurus sunduk dengan lubang tiang. Canggahwang tidak terdapat pada bangunan sakutus.
Konstruksi atap dengan sistem kampiah bukan limasan, difungsikan sebagai sirkulasi udara selain udara yang melalui celah antara atap dengan kepala dinding. Selain dalam bentuk sakutus ada pula bangunan bertiang delapan, empat pada sudut dan empat pada sisi masing-masing. Untuk lumbung yang besar selain Jineng dengan empat tiang terdapat juga Kelingking atau Gelebeg dengan enam atau delapan tiang.
Dalam variasinya sakutus diberi atap tonjolan di atas depan pintu. Ada pula yang dilengkapi dengan emper dengan empat tiang berjajar di depan dengan lantai emper yang lebih rendah dari lantai utama. Lantai bale sakutus lebih tinggi dari bangunan lainnya dimaksudkan sebagai estetika, filosofi, dan fungsinya.
Ø  Astasari (Delapan Tiang)
Dalam fungsinya sebagai sumanggen atau piyasan di pamerajan atau sanggah, astasari diklasifikasikan sebagai bangunan utama. Bangunan ini terletak di bagian kangin atau kelod yang berfungsi sebagai bale sumanggen, bangunan tempat upacara adat, tamu, dan tempat bekerja atau ruang serbaguna.  Astasari merupakan sebuah bangunan persegi panjang berukuran 4 x 5 meter  dengan tinggi lantai sekitar 0,6 meter yang terdiri dari 3-4 anak tangga dari natah. Dinding penuh terletak pada sisi kangin dan kelod, sedangkan dinding setengah sisi dan setengah tinggi terletak pada sisi teben kauh, dan terbuka ke arah natah.
Ø  Tiangsangsa (Sembilan Tiang)
Bentuk dan fungsi bangunan tiangsanga serupa dengan astasari, namun sedikit lebih luas dan memiliki tiang 9. Atap bangunan berbentuk limasan dengan puncak dedeleg dan berpenutup alang-alang. Fungsi utama bangunan tiangsanga adalah untuk sumanggen, yang terletak di bagian kangin atau kelod. Bangunan ini disebut juga bale dangin atau bale delod.
Dinding tembok pada dua atau tiga sisi terbuka ke arah natah. Bangunan tiangsanga dapat pula difungsikan sebagai ruang tidur dengan tembok di tengah memisah ke arah luan balai-balai untuk ruang tidur dan ke arah teben untuk ruang duduk. Untuk tiangsanga yang difungsikan sebagai tempat tidur umumnya menempati bagian barat menghadap ke timur.
Ø  Sakaroras (Dua Belas Tiang)
Sakaroras merupakan bangunan utama untuk perumahan utama. Bahan bangunan, konstruksi dan penyelesaiannya sesuai dengan peranannya. Bentuk bangunan berdenah bujur sangkar dengan konstruksi atap limasan berpuncak satu. Petaka sebagai titik ikatan konstruksi di puncak atap. Bangunan ini memiliki jumlah tiang 12 buah dengan pembagian empat-empat sebanyak tiga deret dari luan ke teben. Dua bale-bale masing-masing mengikat empat tiang dengan sunduk, waton, dan likah sebagai stabilitas ikatan. Empat tiang sederet di teben dengan canggahwang sebagai stabilitas konstruksinya.

Bangunan tertutup di dua sisi dan terbuka ke arah natah. Ke arah teben tertutup dengan dinding setengah terbuka namun ada pula yang terbuka. Letak bangunan di bagian Kangin atau Kelod dan terbuka ke arah natah. Fungsi bangunan sakaroras sebagai Sumanggen untuk kegiatan adat dan bangunan serba guna memiliki luas sekitar 6m x 6m, mendekati enam kali luas sakepat, atau tiga kali luas sakenem atau satu setengah kali luas tiang sanga. Dalam tipologi bangunan perumahan tradisional Bali, sakepat dengan bale-bale sisi panjang sepanjang tiang dan sisi lebar dua pertiga panjang tiang merupakan modul dasar. Panjang tiang ditentukan oleh sisi-sisi penampang tiang dan pengurip untuk masing-masing jenis kasta, peranan penghuni, dan kecenderungan yang ingin dicapai.
Bangunan sakeroras juga disebut Bale Murdha bila hanya satu bale-bale mengikat empat tiang dibagian tengah. Disebut Gunung Rata atau sakutus handling bila difungsikan sebagai Bale Meten dengan dedeleg sebagai puncak atapnya. Letaknya di bagian Kaja menghadap ke natah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar