Desa Wisata Adat Penglipuran, terletak di Kelurahan
Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Propinsi Bali. Dan berjarak 5 Km arah
utara dari Kota Bangli dan 45 Km dari kota Denpasar. Luas Desa Penglipuran
adalah 112 Ha, 9 Ha digunakan sebagai pemukiman warga dan sisanya adalah hutan
dan tanah tegalan atau ladang.
Nama Desa
Penglipuran menurut cerita para sesepuh tua di sana berarti “penglipur” yang
berarti menghibur dan juga ada cerita lain dari asal nama itu diambil dari kata
”pengeling pura” yang artinya ingat pada leluhur. Cerita ini dikaitkan dengan
hijrahnya leluhur masyarakat bayung gede di wilayah Kintamani ke Desa
Penglipuran yang sekarang. Untuk mengingat tempat leluhurnya maka dibangunlah
tempat persembayangan yang fungsinya sama dengan tempat persembahyangan yang
terdapat di desa Bayung Gede. Tempat persembahyangannya adalah Pura Bale Agung,
Pura Puseh, Pura Dalem, dan Pura Dukuh. Keempat pura ini sampai sekarang masih
disungsung oleh masyarakat Desa Penglipuran. Rasa ingat tanah asal dari leluhur mereka yaitu
desa Bayung Gede inilah makna dari pembangunan pura tersebut.
Rumah-rumah yang ada di desa ini dari
Utara ke Selatan tampak indah khususnya pintu masuk tradisional Bali yang
dibuat mirip satu sama lain. Struktur rumah satu sama lain adalah sama dalam
kondisi tertentu, bentuk, ukuran dan fungsi kecuali rumah untuk ruang tidur
keluarga.
Desa ini dimimpin dengan seorang yang disebut
Bendesa Adat dan dibantu oleh Penyarikan. Sistem organisasi desa disebut
"Ulu Apad" yang merupakan salah satu Sistem Organisasi Bali tertua .
Dalam sistem itu, ada 76 anggota menjadi wakil desa. Bagian atas 12 anggota
yang disebut "Kanca Roras". Imam desa disebut Jero Kubayan, ada dua
Jero Kubayan mereka Jero Kubayan Mucuk dan Jero Kubayan Nyoman.
Di ujung jalan utama
terlihat pura yang merupakan landmark kawasan. Sebuahpura yang
menjadi pusat aktivitas keagamaan masyarakat Desa Penglipuran. Seperti desa
adat lainnya, banyak ritual keagamaan yang terselenggara di sana.
Terdapat jalan utama yang membelah desa dengan deretan
gerbang/pintu masuk menuju rumah-rumah. Pintu masuk ke tiap rumah di desain
dengan bentuk yang sama, biasa disebut angko-angko. Pintu sengaja dibuat tidak
terlalu lebar dengan maksud agar tidak dapat dilalui oleh motor. Tiap gerbang
ditempeli tulisan keterangan tentang nama pemilik rumah dan anggota keluarga.
Jalan utama terus menanjak, disertai undakan-undakan dan di
ujungnya terdapat pura. Jalan-jalan di lingkungan perumahan terbuat dari batu
alam yang dihiasi rumput disepanjang
kanan dan kiri jalan. Mayoritas tumbuhan yang di tanam di depan rumah-rumah
warga adalah pohon bunga kamboja
Berdasarkan
Data Tahun 2012 Bulan September, jumlah penduduk Desa Penglipuran sebanyak 927
orang dengan jumlah KK 232 orang yang hidup sabagian besar sebagai petani dan
sebagian kecil sebagai Pegawai Negeri. Seni Budaya dan Cenderamata berkembang
pesat di desa terpencil ini. Desa Tradisional Penglipuran memiliki potensi
budaya yang hingga kini masih dilestarikan dalam bentuk Rumah Adat Tradisional
dengan kekhasan tersendiri yang membedakan desa Penglipuran dari desa-desa lain
yang ada di Bali.
Hutan ini dimiliki oleh Desa dan sebagian
milik Penduduk setempat dengan luas 45 Ha yang dipakai untuk keperluan penduduk
membangun rumah dan kerajinan tangan disamping untuk keperluan upacara adat.
Disamping itu hutan ini juga berfungsi sebagai penyerap air disaat hujan dan
penyedia air bersih di musim kemarau bagi desa yang berada dibawahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar